
KlinikMusik
– Menjadi sebuah keniscayaan bahwa nyanyian yang tersebar atas nama
seni di zaman ini adalah sebuah kemungkaran yang besar, perbuatan keji,
dan merupakan suatu hal yang memalukan serta berbuah keburukan yang
bertebaran di mana-mana. Orang yang masih memiliki fitrah yang sehat
tentu akan mengakui betapa berbahayanya lagu dan nyanyian. Sisi haram
yang ada pada lagu-lagu di zaman ini tidak hanya berkaitan dengan
permasalahan penggunaan alat musik namun merembet pada penyanyi yang
pasti buka-buka aurat, tidak lagi memiliki rasa malu dalam berpakaian,
berpenampilan, dan bertingkah laku, serta perilaku penyanyi–yang
intinya–membangkitkan birahi laki-laki normal dan ujungnya adalah
jatuhnya nilai manusia yang mulia berubah menjadi barang dagangan
penebar syahwat yang isi hidupnya hanya berkutat dalam masalah cinta.

Setelah menyimak realita dan dampak buruk
di atas, kami tidak mengetahui alasan sehingga bisa-bisanya penghasilan
penyanyi itu menjadi penghasilan yang halal. Jika uang yang didapatkan
penyanyi tidak haram, lantas seperti apa yang namanya penghasilan yang
haram? Lantas, kapankah sebuah pekerjaan dinilai sebagai pekerjaan yang
terlarang?
Pendapatan yang haram adalah pendapatan
yang didapatkan oleh seseorang melalui cara-cara yang tidak dibenarkan
oleh syariat, baik dengan cara menzalimi harta orang lain–dengan kata
lain, mengambil harta orang lain tanpa kerelaan mereka–ataupun dengan
cara melanggar hukum syariat dengan menerjang larangan Allah. Siapa saja
yang menjadikan perbuatan haram sebagai jalan untuk mendapakan
penghasilan maka uang penghasilannya adalah harta yang haram, dengan
berdasarkan kesepakatan ulama.
Dr. Abbas Al-Baz mengatakan, ‘Manusia
tidaklah diperkenankan untuk memiliki harta atau membelanjakannya,
kecuali jika diizinkan oleh syariat. Segala perbuatan yang tidak
diizinkan oleh syariat itu tidak boleh diizinkan pula oleh manusia,
karena aturan syariatlah yang harus di-‘nomor-satu’-kan. Izin yang
diberikan oleh seorang pemilik harta haruslah selaras dengan aturan
syariat. Jika izin yang diberikan oleh pemilik harta itu tidak sejalan
dengan aturan syariat maka izin yang diberikan manusia itu batal dan
yang berlaku adalah aturan syariat, karena syariat adalah landasan
adanya hak kepemilikan dan kewenangan untuk membelanjakan harta.
Oleh karena itu, semua harta yang
didapatkan dengan cara terlarang yang tidak diizinkan oleh syariat
adalah harta yang haram. Haram bagi seorang muslim untuk memilikinya
atau berupaya mendapatkannya dengan melakukan hal terlarang tersebut.’
(Diringkas dari buku berjudul Ahkam Al-Mal Al-Haram, hlm. 48)
Dalil pernyataan di atas adalah hadits berikut ini:
عن أبي مسعود الأنصاري
رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ
الْكَلْبِ ، وَمَهْرِ الْبَغِىِّ ، وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
رواه البخاري 2282 ومسلم 1567
Dari Abu Mas’ud Al Anshari, bahwa
sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil
penjualan anjing, upah pelacur, dan upah yang didapatkan oleh dukun. (HR. Bukhari dan Muslim)
Perhatikanlah betapa dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengharamkan harta yang didapatkan dari dua sumber: pertama, dari jual
beli barang yang diharamkan; kedua, penghasilan yang didapatkan melalui
cara yang tidak diperbolehkan oleh syariat, semisal melacur dan
perdukunan. Uang yang didapatkan karena menyanyi dan memainkan alat
musik dianalogikan dengan uang hasil melacur dan perdukunan. Simak
penjelasan lebih lanjut di buku Ahkam Al-Mal Al-Haram, hlm. 67.
Para ulama dari berbagai mazhab bersepakat secara bulat untuk mengharamkan uang yang didapatkan oleh penyanyi.
An-Nawawi Asy-Syafi’i mengatakan,
‘Mereka, para ulama, bersepakat atas haramnya uang upah yang didapatkan
oleh penyanyi karena telah menyanyi.’ (Syarh Muslim, 10:231)

Adapun amalan bersedekah kepada fakir
miskin yang dilakukan oleh para artis dan penyanyi, demikian pula
berbagai kegiatan sosial yang mereka lakukan, tidaklah menyebabkan
penghasilan mereka–yang pada asalnya adalah haram–berubah menjadi halal,
atau perbuatan mereka yang buruk berubah menjadi baik. Penghasilan
mereka itu tetaplah haram meski sebagiannya mereka sedekahkan.
Sebagaimana pula, perbuatan mereka itu (yaitu menyanyi, ed.) merupakan
perbuatan yang tercela meski mereka rajin shalat, puasa, bersedekah, dan
berhaji berkali-kali. Ini semua tidaklah menyebabkan perbuatan mereka
menjadi boleh dan mengubah penghasilan mereka menjadi halal. Yang benar
adalah sebagaimana yang Allah firmankan,
(فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (الزلزلة/7-8
(Yang artinya) ‘Barang siapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun maka niscaya dia akan melihat
(balasan)nya, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrah pun maka niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.‘ (QS. Az-Zalzalah:7–8)
Bahkan, lebih gawat lagi, Allah tidaklah menerima harta haram yang disedekahkan di jalan Allah.
عن أبي هريرة رضي الله
عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ
تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلاَ يَصْعَدُ إِلَى اللَّهِ إِلَّا
الطَّيِّبُ، فَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ، ثُمَّ
يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فُلُوَّهُ، حَتَّى
تَكُونَ مِثْلَ الجَبَلِ ) . رواه البخاري 7430 ومسلم 1014)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang
siapa yang bersedekah senilai satu butir kurma dari penghasilan yang
halal–dan tidak ada yang naik dilaporkan kepada Allah kecuali
penghasilan yang halal–maka Allah akan menerima dengan tangan kanan-Nya
lalu merawatnya untuk kalian, sebagaimana kalian merawat anak kudanya.
Akhirnya, pahala sedekah tersebut menjadi semisal gunung.‘
وفي لفظ للبخاري (1410) : وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ
Dalam redaksi Bukhari, ‘Allah itu tidaklah menerima kecuali sedekah yang berasal dari sumber yang halal.‘
Betapa indahnya perkataan penyair arab yang mengatakan,
“Kudengar engkau bangun masjid dengan harta yang haram.
Alhamdulillah, engkau bukanlah orang yang tepat bertindak.
Bagaikan orang yang memberi makan kepada orang-orang zuhud dari hasil melacur.
Celaka engkau! Janganlah berzina dan janganlah bersedekah!”
“Kudengar engkau bangun masjid dengan harta yang haram.
Alhamdulillah, engkau bukanlah orang yang tepat bertindak.
Bagaikan orang yang memberi makan kepada orang-orang zuhud dari hasil melacur.
Celaka engkau! Janganlah berzina dan janganlah bersedekah!”
Mereka, para penyanyi, sepatutnya
dinasihati supaya bertobat serta memperbaiki penampilan dan ucapan
mereka. Itu yang lebih penting daripada nasihat agar mereka berinfak
dengan penghasilan mereka.
Trimakasih Atas Kunjungannya, Baca Artikel Menarik Lainnya >>>
0 komentar:
Posting Komentar